Si Rambut Jagung

Minggu, 30 Oktober 2011
Jaman sekarang ini sepertinya semua orang ingin tampil berbeda dan nyentrik. Salah satu bukti ke-nyentrikan itu adalah warna rambut. Mulai dari anak kecil sampai orang lanjut usia ada saja yang mewarnai rambut. Bedanya adalah kalau anak muda untuk gaya kalau orang tua untuk nutupin uban hehe. Mulai dari artis sampai pengamen di jalan pun mewarnai rambut mereka. Mewarnai rambut bisa membuat orang terlihat lebih segar, tapi ada juga yang malah kelihatan ndeso alias alay. Sebenarnya ga usah jauh-jauh membahas tentang pewarnaan rambut karena sebenarnya saya mau membahas rambut saya sendiri haha :p

Seperti kata orang, rambut adalah mahkota setiap wanita. Tapi masalahnya mahkota saya berbeda dari kebanyakan orang. Umumnya orang Indonesia memiliki rambut berwarna hitam. Begitu pula kedua orang tua saya dan keluarga. Tetapi rambut saya berwarna “merah” (nahlo anak siapa saya sebenarnya?) Merah bukan berarti merah menyala seperti api, tapi sebenarnya berwarna coklat tua., tetapi ga terlalu tua juga, rambut saya juga ada yang berwarna tembaga, emas, dan kadang ada yang bening, bukan kaya uban tapi bening, serius. Gatau sebenarnya saya memiliki kelainan gen atau saya keturunan alias bule *kibas rambut* Ya mungkin saya turunan keberapa puluh itu. Mungkin eyang eyangnya eyang saya jaman perang dulu nikah dengan orang belanda lalu karena ada percampuran gen di anak-anaknya yang menikah dengan orang pribumi akhirnya gen itu memudar. Tetapi ada satu gen hidup yang nyantol di saya. *Dongeng* *out of topic* Mbayanginnya sampai kemana-mana, nyatanya gimana??. Eh tapi ternyata eh ternyata, nenek dari ayah saya waktu muda rambutnya seperti saya loh. Bisa dibilang mukanya 11:12 sama orang barat tuh. Gunung kidul? Bukan luar negri maksudnya. Saudara dari ibu saya malah ada yang matanya berwarna biru dan memang sebagian besar keluarganya berwajah Arabic. Gatau sih sebenarnya ada hubungannya dengan keturunan atau tidak. Atau mungkin hanya kelainan gen saja. Tetapi masa juga kelainan satu keluarga besar, emang keluarga gue alien?

Banyak orang yang memuji tapi banyak juga yang mencela. Tekanan batin sudah saya rasakan sejak TK *berkaca-kaca*. Ceritanya gini, dulu waktu saya TK saya tidak berjilbab. Potongan rambut berbentuk batok atau mangkok selalu jadi style saya, ditambah lagi mengucir rambut ke atas. Bukan mengucir rambut layaknya anak perempuan kecil unyu layaknya princess, tetapi benar-benar diatas kepala. Bayangin aja kaya sulak. Unyuuu bangetlah :3 Waktu itu saya masih kelas A. Saat lagi pelajaran teman saya tiba-tiba memanggil “hey rambut jagung hahahahhahaha”. Sontak teman-teman yang lain ikut tertawa. Rasanya semacam di bullying. Apalagi saya ga ngerti rambut jagung seperti apaan. Saking ga ngertinya jadinya ga bisa bayangin apa yang mereka maksud. Saya nangkepnya sih mereka mengejek. Dan diperjalanan pulang sampai rumah saya menangis. Ibu saya heran mengapa saya menangis. Setelah curhat *ceilah anak TK curcol* akhirnya Ibu menjelaskan maksud teman-teman adalah rambut saya merah. Kirain kenapa gitu -___- maklumlah anak TK, terlalu polos, jujur, dan tidak berperasaan.

ini nih saya waktu berumur 2 tahun...


Ga Cuma disitu saja, ternyata semakin besar semakin banyak yang salah sangka dengan rambut ini. Banyak yang ngira ini di cat, padahal enggak sama sekali. Walupun udah di jelaasin kadang masih ada yang ga percaya dan memandang sinis. Dikiranya saya anak nakal kali ya. Waktu SD juga ada orang yang neriakin “ Woh anak kecil rambute wes di cat”. Rasanya jleb. Bagi orang mungkin ini biasa saja, tapi bagi saya yang ngalamin rasanya kesel juga. Rasanya ingin botak saja, benar-benar salah satu sumber masalah ini. Waktu SMA juga demikian. Saya mengikuti ekskul tonti atau baris-berbaris. Ada atmosfir yang aneh menurut saya. Ya, para pelatih yang terdiri dari kakak angkatan sepertinya membicarakan saya. Bukan masalah sih sebenarnya, tapi ngga enak juga diomongin. Akhirnya pada malam hari saya chatting dengan salah satu kakak kelas lewat Mxit, dulu lagi tenar-tenarnya tuh. Dan saya membahas masalah itu dan dugaan saya benar. “Ooooh kirain dek” jawab kakak kelas, dari situ saya mengambil kesimpulan bahwa mereka salah sangka. Lalu dihari berikutnya tiba-tiba banyak kakak kelas yang bertanya tentang masalah itu. Hmmm ketauan deh kakak kelas tadi ngomongin saya di belakang hihi. Pernyataan yang mereka lontarkan intinya sama. Sebuah pertanyaan yang sampai sekarang ga ada jawabannya *pasang tampang misterius*. “Kamu keturunan dek? Keturunan mana? Belanda?” *pertanyaan polos dan lugu* “Gatau mas hehe” “Kok rambutmu gitu” “Gatau hehe” *kemudian hening*. Ya memang kalau ditanyain kenapa juga meneketehek. Saya juga tidak bisa menjelaskan secara ilmiah karena saya bukan ahlinya. Jadi terimalah kenyataan ini hehehe

Oke intinya terimalah perbedaan diantara kita. Jangan salah sangka. Kalau tidak tahu tanya, jangan membicarakan di belakang. Cerita saya miris-miris ya? Tapi sebenarnya ngga juga. Saya cukup bersyukur dengan mahkota saya ini.
 

©Copyright 2011 Valony Writes Something ♥ | TNB